Irwandi, 2007
A. PendahuluanBaroque merupakan sebuah istilah untuk mengkategorikan sebuah era dalam perkembangan peradaban manusia (termasuk seni) yang terjadi di Eropa. Gerakan ini terjadi sekitar tahun 1600 sampai 1750. Era ini merupakan bagian akhir dari zaman renaisance dan merupakan awal gerakan protestantism yang terjadi di Jerman bagian utara dan Belanda. Protestantism sendiri merupakan wujud perlawanan atas gerakan tokoh-tokoh Kristen Katolik di Roma yang dipandang telah menyimpang dari misi keagamaannya. Sebagaimana diketahui bahwa karya seni bisa menjadi cerminan masyarakat di tempat karya itu tercipta (Sumardjo, 2000:233). Dalam hal ini, karya-karya seni yang tercipta pada zaman baroque juga merupakan cerminan keadaan zaman tersebut sehingga memiliki ciri-ciri khusus yang tentunya berbeda dengan corak seni pada zaman-zaman sebelumnya.
Penggunaan istilah baroque sendiri sebenarnya belum dapat dijelaskan secara pasti. Seperti yang dinyatakan Read dalam buku Seni: Arti dan Problematikanya terjemahan Soedarso Sp.(2000:76), bahwa kata baroque berasal dari sebuah kata dalam bahasa Portugis yaitu barroco yang berarti jenis mutiara besar yang kasar yang biasa dipakai untuk perhiasan badan yang penuh ornamentasi di masa itu. Tidak diketahui bagaimana istilah tersebut bisa menjadi istilah umum. Namun menurut Herr Osborn bahwa pengucapan kata baroque secara onomatopoeia menghasilkan nada suara yang gelap dan berat, jelas menyatakan bentuk-bentuk yang berat, menonjol, dan agak terlampau jenuh, yang harus dipaksa bergerak untuk menyatakan impresinya. Dari pernyataan ini didapatlah sebuah gambaran tentang corak seni baroque yang menurut Barnes mengandung unsur tekanan yang kuat, kekuatan emosi, dan sesuatu yang elegan (Barnes, 2005).
Salah satu teknik visualisasi yang terkenal pada zaman baroque adalah teknik chiaroscuro yang digunakan oleh seorang pelukis Belanda yang bernama Rembrandt Harmenszoon van Rijn. Teknik yang berkaitan dengan pencahayaan ini sampai sekarang masih sering diterapkan dalam bidang fotografi dengan fungsi yang tak jauh berbeda dengan fungsi aslinya pada tahun 1600. Karena kepopuleran teknik tersebut, nama pelukis yang secara konsisten menggunakannya diabadikan ke dalam sebuah nama teknik pencahayaan, yaitu Rembrandt lighting.
Tulisan ini akan mengulas bagimana teknik tersebut diaplikasikan ke dalam karya fotografi, dalam hal ini pada fotografi potret karya Andreas Darwis Triadi. Untuk itu, akan dilakukan tinjauan yang berkaitan dengan similaritas visual dan muatan tema antara lukisan bercorak seni baroque dengan beberapa karya foto potret yang dibuat oleh fotografer Darwis Triadi.
B. Karakteristik Seni BaroqueMenurut Sullivan (2005), bahwa karateristik seni Baroque terbentuk dari beberapa unsur, seperti sense of movement, energy dan tension. Sedangkan menurut Read (terjemahan Soedarso Sp., 2000:77), Baroque mencakup pengertian ganjil, aneh atau luar biasa. Kesemuanya dapat tampil secara nyata maupun tidak. Artinya, semua atau sebagian unsur tersebut dapat dilihat dan dirasakan oleh pengamat karya yang dimaksud secara visual maupun secara tematik. Sedangkan dalam kaitannya dengan seni lukis, ciri visual yang melekat pada corak seni Baroque adalah kontras cahaya (gelap-terang) yang dominan dan menghasilkan kesan dramatis pada lukisan. Teknik seperti ini dikenal dengan sebutan chiaroscuro yang berasal dari dua kata dalam bahasa Italia yaitu kata chiaro yang berarti terang, dan oscuro yang berarti gelap (Vishny, 2005). Salah satu pelukis yang terkenal dengan teknik ini ialah Rembrandt Harmenszoon van Rijn. Karena Kepiawaiannya dalam memanfaatkan teknik tersebut, diyakini hingga saat ini belum ada satupun pelukis yang dapat menandingi efek dari teknik chiaroscuro atau bold impasto yang ia dihasilkan.
C. Chiaroscuro dalam Fotografi Potret Karya Andreas Darwis TriadiSebelum pembahasan tentang pemanfaatan teknik chiaroscuro dalam foto potret karya Darwis Triadi, akan ditunjukkan terlebih dahulu salah satu lukisan karya Rembrandt yang berkaitan atau yang memiliki similaritas dengan karya Darwis Triadi yang akan dibahas. Selain itu, ditampilkan pula karya-karya Darwis Triadi yang dijadikan bahan pembahasan kali ini. Hal ini dilakukan agar pembaca dapat ikut membandingkan dan melakukan evaluasi similaritas dari dua genre kesenian yang berbeda tersebut. Selain itu, hal ini dilakukan untuk memberikan gambaran akurat tentang teknik chiaroscuro kepada pembaca.
Gambar C. 1.
Self-Portrait by Rembrandt , 86 x 70.5 cm, 1669
Gambar C.2
Foto Karya A. Darwis Triadi
Dari dua karya di atas, secara garis besar dapat dilihat beberapa similaritas visual di dalamnya seperti; subjek foto (subject matter), pencahayaan (lighting), ketajaman (sharpness) dan skema warna (color scheme) yang digunakan. Subject matter yang ditampilkan pada kedua karya di atas sama-sama manusia yang sedang berpose.
Dari segi lighting, dua karya di atas memperlihatkan penggunaan sumber cahaya yang paling dominan datang dari arah samping-atas subjek. Hal itu terlihat pada bayangan yang dihasilkan. Selain itu, kedua karya di atas juga sama-sama dibuat dengan teknik pencahayaan low key. Ini diperlihatkan dengan dominasi tone rendah pada area gambar.
Gambar C.2
Foto Karya A. Darwis Triadi Dari sisi sharpness-nya, kedua karya di atas –dengan teknik yang berbeda–sama-sama menghasilkan ”selective sharpening” dimana bagian wajah ditampilkan lebih fokus daripada bagian lainnya. Kesan pemisahan antara subjek dengan latar belakang tidak terlihat dengan jelas. Hal itu merupakan efek dari pengaburan kontur subjek. Sedangkan dari pewarnaannya, keduanya tampil dalam skema warna monokromatik, dimana karya didominasi oleh warna tertentu.
Pada karya Darwis Triadi di atas dapat ditangkap sebuah kesan yang juga merupakan salah satu ciri khusus corak seni baroque, yaitu energi/kekuatan. Dalam hal ini kekuatan yang dimaksud bukanlah kekuatan dalam makna harfiah, namun lebih pada kekuatan karakter subjek yang ditampilkan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa karya Darwis Triadi yang ditampilkan di atas mengandung nilai-nilai visual yang mengacu pada corak seni baroque.
D. PenutupMelalui kepiawaian estetisnya, Darwis Triadi memanfaatkan prisip-prinsip cipta corak seni baroque ke dalam media fotografi. Karya-karyanya di atas merupakan hasil upayanya untuk menampilkan corak seni baroque dari media lukis menuju ke dalam media fotografi. Adanya perbedaan teknis sebagai konsekuensi dari perbedaan karakter media yang digunakan secara otomatis juga akan memperkaya ragam penampilan karya visual yang bernuansa seni baroque.
”Penjelmaan” teknik chiaroscuro dalam seni lukis menjadi Rembrandt lighting dalam fotografi menunjukkan bahwa terbuka berbagai kemungkinan untuk melakukan tranformasi esensi estetis dari satu genre seni ke genre seni lainnya. Dikatakan demikian karena chiaroscuro hanyalah salah satu dari sekian banyak ciri khas corak seni baroque.
Daftar Pustaka
Association of Professional Photographers Indonesia Volume 1, Jakarta: APPI, 1994.
"Chiaroscuro." Microsoft® Encarta® 2006 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2005.
Herbert Read, Seni: arti dan problematikanya. Terjemahan Soedarso Sp., Yogyakarta: Duta Wacana University Press, 2000.
Sullivan, Edward J. "Baroque Art and Architecture." Microsoft® Encarta® 2006 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2005.
Sumardjo, Jakob, Filsafat Seni, Bandung: Penerbit ITB, 2000.
Vishny, Michele. "Rembrandt." Microsoft® Encarta® 2006 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2005.Labels: darwis triadi, fotografi, seni